FAC News

Usai Meroket 130% Lebih, Saham KAEF-INAF Kok Mulai Memble
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan duo saham farmasi BUMN anak usaha PT Bio Farma (Persero) yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) kini tak selincah di awal-awal kabar vaksin menyeruak.
Di tengah kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa kemarin (15/9/2020), saham KAEF dan saham INAF sama-sama terkapar.
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, IHSG ditutup di zona merah dengan pelemahan 1,18% di level 5.100. Sementara saham KAEF juga ditutup koreksi 1,37% di posisi Rp 2.880/saham, dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 16 triliun.
Nilai transaksi saham KAEF mencapai Rp 24,44 miliar dengan volume perdagangan 8,42 juta saham. Dalam sepekan terakhir, saham KAEF minus 6,8% dan sebulan terakhir juga terkoreksi 11,66%.
Kendati demikian, dalam 3 bulan terakhir saham KAEF meroket 135% dan year to date atau tahun berjalan saham KAEF terbang 130,40%.
Sementara itu, INAF yang juga masuk anak usaha Bio Farma, sahamnya ditutup turun 1,01% di level Rp 2.930/saham dengan nilai transaksi Rp 4 miliar dan volume perdagangan 1,35 juta saham. Kapitalisasi pasar INAF mencapai Rp 9,08 triliun.
Selama sepekan terakhir, saham INAF minus 6,69% dan sebulan terakhir sahamnya juga terkoreksi hingga 11,21%.
Salah satu sentimen penguatan saham farmasi dalam beberapa bulan terakhir ialah kabar vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma sebagai induk usaha Holding BUMN farmasi yang juga beranggotakan PT Phapros Tbk (PEHA), anak usaha Kimia Farma.Namun dalam 3 bulan terakhir saham INAF juga meroket 165% dan 6 bulan terakhir terbang 554%. Secara year to date, saham INAF naik 237%.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa Kimia Farma juga saat ini telah mampu melakukan produksi favipiravir dengan merek jual Avigan di dalam negeri. Obat ini merupakan salah satu obat yang dijadikan sebagai terapi penyembuhan untuk pasien Covid-19.
Favipiravir adalah sejenis obat antivirus yang digunakan untuk mengatasi beberapa jenis virus tertentu seperti influenza.
"Kimia Farma sudah bisa produksi Avigan, yang selama ini impor. Masuk kategori favipiravir, [kini Kimia Farma] sudah bisa buat sendiri," kata Erick yang juga Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir, dalam acara webinar yang digelar Selasa (15/9/2020).
Selain sentimen positif ini, kabar soal perkembangan vaksin juga ditunggu-tunggu masyarakat, termasuk pelaku pasar modal.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, untuk mendapatkan dan mengembangkan vaksin Covid-19, pemerintah melakukan kerja sama dengan BUMN, lembaga internasional, hingga perusahaan swasta di Indonesia.
Beberapa di antaranya yakni kerja sama Sinovac, China dengan Bio Farma. Uji klinis fase 3 sedang berlangsung di China, Brazil, Bangladesh, Indonesia dan Turki yang diperkirakan selesai Desember 2020. Akses vaksin ini nantinya sebanyak 250-300 juta dosis.
Sementara itu, kerja sama lainnya yakni AstraZeneca (farmasi Inggris) dengan University of Oxford/Imperial College London. Mitra pengembangan dari vaksin ini adalah PT Astra Zeneca Indonesia. Vaksin ini sedang menjalani uji klinis fase 3 di Inggris, AS, Brasil, Afrika Selatan. Uji klinis fase 3 dihentikan sementara untuk mengkaji efek samping.
Lainnya yakni kerja sama CanSino Biological Inc/Beijing Institute of Biotechnology dengan Biofarma dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).
Uji klinis fase 3 akan dilaksanakan di Saudi Arabia, Rusia, Brasil, Chili dan diperkirakan selesai Desember 2020. Vaksin ini sudah mendapatkan izin di China untuk kalangan militer. Vaksin ini juga memerlukan uji klinis di Indonesia.
"Sudah bisa buat sendiri karena sudah bisa buat sendiri karena gak mau bergantung kepada bahan baku impor," imbuhnya.Berkaitan dengan produksi Avigan, lebih lanjut Erick menegaskan, dengan adanya kemampuan perusahaan dalam negeri untuk memproduksi obat ini di dalam negeri artinya, produsen farmasi dalam negeri sudah mulai mengurangi ketergantungan Indonesia untuk terus mengimpor obat-obatan tersebut.
Sebagai catatan, Avigan, salah satu dari jenis favipiravir memang 'naik panggung' setelah menjadi pemberitaan karena bisa menyembuhkan Covid-19. Indonesia pun telah mengimpor obat ini beberapa waktu lalu.
Avigan yang mendapat izin untuk digunakan di Jepang pada tahun 2014 itu awalnya dikenal sebagai obat flu dan pernah dipakai untuk mengobati Ebola. Namun dalam beberapa kali penelitian, obat ini belum efektif menyembuhkan Covid-19.