KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal dapat bail out Rp 23,4 triliun dari pemerintah.

Rinciannya, dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 8,5 triliun dan pendanaan semacam PMN US$ 1 miliar atau Rp 14,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.900 per dollar AS).

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pendanaan bagi GIAA masih belum final.

"Tapi wajar diberikan, pemerintah kan pemegang saham Garuda," kata dia ke KONTAN, Rabu (13/5).

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan melihat kucuran dana dari pemerintah tersebut bisa membantu likuiditas keuangan maskapai ini.

Saat ini GIAA memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$ 500 juta. Utang ini jatuh tempo pada 3 Juni 2020.

Alfred menilai, prospek bisnis GIAA masih positif, terutama bila pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dicabut.

Apalagi, di 2019 lalu, GIAA sudah berhasil mencetak laba bersih US$ 6,99 juta dari rugi US$ 231,16 juta di periode sebelumnya.

Pendapatan mencapai US$ 4,57 miliar, naik dari US$ 4,33 miliar di 2018.

"Rekomendasi saya buy dengan target harga jangka pendek Rp 298," sebut Alfred. Harga GIAA kemarin Rp 234 per saham.

Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menuturkan, untuk melihat dampak bail out ke kinerja GIAA, perlu diperhatikan skema penyaluran dana.

Menurut dia, opsi paling memungkinkan adalah right issue. Dengan demikian, tidak akan terjadi penambahan beban keuangan yang memberatkan GIAA.

Opsi lain yang memungkinkan adalah penyertaan modal negara. Sedang penerbitan surat utang tidak memungkinkan sebab neraca GIAA sudah tidak baik.

"Debt to Ebitda lebih dari 4 kali," jelas Janson.

Ia menilai, sentimen suntikan dana dari pemerintah hanya akan memberikan sentimen positif sementara pada harga saham GIAA.

"Sebenarnya risk appetite investor saat ini masih sangat rendah, ini terlihat dari investor asing yang masih cenderung menarik dana," imbuh Janson.j