APLN Siap Percepat Pembangunan Proyek Propertinya Di IKN

FAC News

Virus Corona (Covid-19) Mengangkat Harga Acuan Batubara

Administrator - 06/03/2020 10:01

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok harga batubara acuan (HBA) per Maret 2020 sebesar US$ 67,08 per ton. Patokan harga tersebut melanjutkan tren penguatan HBA sejak terperosok pada tahun lalu. Berdasarkan histori HBA dalam setahun terakhir, harga tertinggi terjadi pada Maret 2019 dengan nilai US$ 90,57 per ton. Setelah itu, HBA konsisten turun hingga mencatatkan level terendah pada Oktober 2019 yakni sebesar US$ 64,80 per ton. Jadi meskipun HBA Maret 2020 masih berkutat di bawah level US$ 70 per ton, minimal tren dalam tiga bulan pertama tahun ini naik.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM menjelaskan, HBA Maret 2020 dipengaruhi oleh operasi tambang batubara China yang belum optimal setelah libur Imlek dan efek penyebaran virus corona. "Serta naiknya permintaan dari Jepang, India dan Korea walau sedikit," kata Agung saat dihubungi KONTAN, Kamis (5/3).

Sekadar mengingatkan, variabel penentu HBA meliputi Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC) dan Plats 5900 GAR dengan bobot masing-masing 25%. Kementerian ESDM menghitung rata-rata keempat indeks pada bulan sebelumnya dengan kualitas batubara yang disetarakan pada kalori 6.322 kilokalori per kilogram (kkal/kg) gross air received (GAR).

Belum tentu menguat

Namun begitu, pelaku usaha belum cukup optimistis dengan HBA Maret 2020. Pasalnya, harga batubara itu tidak mencerminkan penguatan harga di pasar global. "Masih terlalu dini untuk menyebut ada tanda positif penguatan harga karena ke depan bisa saja ada faktor-faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi pergerakan harga," tutur Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Segendang sepenarian, Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) juga melihat HBA Maret 2020 belum menggambarkan kestabilan harga.

Produksi batubara China memang terganggu akibat wabah virus corona tapi tidak serta-merta kebutuhan batubara mereka meningkat tajam. Pasalnya, kondisi ekonomi dan industri China sedang terganggu sehingga pasokan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkurang. "Bahkan kondisi riil yang ada, justru China tidak agresif dalam meningkatkan impor batubara," kata Singgih Widagdo, Ketua IMEF.

Kebutuhan batubara China yang belum meningkat tajam mengindikasikan upaya negara itu untuk menjaga keseimbangan antara gangguan produksi, kapasitas persediaan batubara dengan kondisi industri. Tak cuma China, IMEF melihat negara lain juga melakukan hal serupa demi mengantisipasi efek gulir dari wabah virus corona.

Prospek ekspor ke China masih abu-abu

Tatkala harga batubara acuan (HBA) Maret 2020 naik, prospek nasib ekspor batubara Indonesia ke China justru belum jelas. Padahal, China adalah pasar ekspor yang cukup besar bagi Indonesia. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memperkirakan, kebutuhan energi di China turun 15%-20% karena efek korona. Kemungkinan lain, boleh jadi berhentinya operasional perusahaan batubara di sana malah mengerek kebutuhan ekspor. Namun yang pasti, efek korona menyebabkan kapal-kapal pengangkut batubara dari Indonesia ke China mesti melalui proses karantina beberapa hari.

"Kondisi ini membuat proses pengangkutan batubara menjadi lebih lama dari biasanya," kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI, Rabu (4/3). APBI mencatat, porsi ekspor batubara Indonesia ke China pada tahun 2018 sekitar 25%-28% terhadap total ekspor batubara negara tersebut. Adapun volume ekspor batubara Indonesia secara nasional mencapai 442 juta ton. Sementara itu, data ekspor batubara Indonesia tahun lalu masih diolah oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Filter